makin meningkatnya kebutuhan terhadap sistem kliring yang efisien dan meminimalisasi resiko sistem pembayaran melalui penerapan mekanisme Failure to Settle (FtS) mendorong penyeragaman aplikasi sistem kliring. semula penyelenggara kliring ada yang menggunakan sistem manual, semi otomasi (sokl), dan otomasi, maka dengan penyeragaman tsb seluruh penyelenggara kliring lokal (PKL) akan menggunakan sistem yang sama dan terintegrasi.
failure to settle merupakan suatu mekanisme dan pengaturan dalam penyelenggaraan kliring (netting system) yang bertujuan untuk memastikan pelaksanaan settlement dalam hal terdapat peserta yang tidak dapat memenuhi kewajiban settlementnya. dengan FtS dapat dihindari terjadinya risiko sistemik sebagai akibat dari kegagalan peserta kliring dalam memenuhi kewajibannya.
tujuan Fts ini yaitu :- mengembalikan kepada filosofi kebijakan dalam sistem pembayaran bahwa “siapa yang mengambil manfaat atas sistem pembayaran juga harus menanggung risiko sistem pembayaran”- meminimalisasi risiko Bank Indonesia selaku penyelenggara settlement dalam penyelenggaraan kliring- memenuhi “BIS’s Core Principles for Systemically Important Payment System" yaitu penerapan manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring (netting system) guna memastikan pemenuhan kewajiban setiap Bank dalam kliring
mengenai bentuk Fts ini, berdasarkan kesepakatan Forum Komunikasi Sistem Pembayaran Nasional (FKSPN) yang diwakili oleh seluruh asosiasi perbankan diputuskan bahwa bank hanya bersedia menanggung risiko dirinya sendiri, setiap bank menyediakan “prefund” dalam bentuk cash dan atau surat berharga sebagai jaminan untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam kliring, serta penyediaan prefund dilakukan sebelum kliring dimulai.
misalkan kewajiban minimum prefund Kliring Debet suatu bank adalah sebesar 500 juta, maka bank tersebut dapat menyediakan Prefund dengan alternatif sebagai berikut :
–dalam bentuk campuran (misalkan : cash prefund sebesar 250 juta dan collateral prefund sebesar 250 juta); atau
–hanya berupa cash prefund saja sebesar 500 juta; atau
–hanya berupa collateral prefund saja sebesar 500 juta
setelah kegiatan kliring debet dan kliring kredit berjalan, bank sewaktu-waktu dapat melakukan penambahan prefund sampai dengan batas waktu yang ditetapkan, apabila menurut pertimbangan bank atau berdasarkan informasi awal (early warning) hasil kliring debet dan kliring kredit, potensi kewajiban bank lebih besar dari pada prefund yang telah disediakannya. setelah settlement akhir hari untuk kliring debet dan kliring kredit, ternyata prefund yang dikirim berlebih maka kelebihannya akan otomatis dikembalikan ke rekening giro masing-masing bank.
untuk lebih lanjut memahami Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) ini, ada beberapa terminologi baru yang patut diketahui :
1. SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia)-->Sistem Kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia yang meliputi Kliring debet dan Kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional
2. Kliring Debet-->Kegiatan dalam SKNBI untuk transfer debet.
3. Kliring Kredit-->Kegiatan dalam SKNBI untuk transfer kredit.
4. PKN (Penyelenggara Kliring Nasional)-->Unit kerja di Kantor Pusat Bank Indonesia yang bertugas mengelola dan menyelenggarakan SKNBI secara nasional.
5. PKL (Penyelenggara Kliring Lokal)-->Unit kerja di Bank Indonesia dan pihak lain yang bertugas mengelola dan menyelenggarakan SKNBI di suatu Wilayah Kliring, terdiri PKL BI dan dari PKL Selain BI
6. SSK (Sentral Sistem Kliring)-->Sistem komputer yang berada di Kantor Pusat Bank Indonesia, yang digunakan untuk menyelenggarakan SKNBI secara nasional.
7. KPK (Komputer Penyelenggara Kliring)-->Sistem komputer yang berada di lokasi PKL yang terhubung dengan SSK secara online, yang digunakan PKL untuk menyelenggarakan SKNBI di suatu Wilayah Kliring
8. TPK (Terminal Peserta Kliring)-->Sistem komputer yang berada di lokasi Peserta, yang digunakan dalam melakukan persiapan dan atau pengiriman DKE serta penerimaan informasi perhitungan hasil Kliring dan atau informasi Kliring lainnya, baik secara on-line maupun off-line.
beberapa perubahan penting dalam SKNBI dibandingkan sistem kliring sebelumnya antara lain :
a. transaksi kliring kredit dilakukan paperless dan diselenggarakan terpisah dengan transaksi kliring debet
b. perhitungan kliring debet dilakukan per wilayah lokal dan perhitungan kliring kredit secara nasional
c. settlement dilakukan oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN) di KPBI
d. settlement kliring debet dilakukan 1 kali dengan prinsip FtS
e. settlement kliring kredit maksimal bisa dilakukan 2 kali ( siklus 1 dan 2)
f. seluruh PKL terhubung online Sistem Sentral Kliring di KPBI
a. transaksi kliring kredit dilakukan paperless dan diselenggarakan terpisah dengan transaksi kliring debet
b. perhitungan kliring debet dilakukan per wilayah lokal dan perhitungan kliring kredit secara nasional
c. settlement dilakukan oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN) di KPBI
d. settlement kliring debet dilakukan 1 kali dengan prinsip FtS
e. settlement kliring kredit maksimal bisa dilakukan 2 kali ( siklus 1 dan 2)
f. seluruh PKL terhubung online Sistem Sentral Kliring di KPBI
surat edaran Bank Indonesia yang mengatur tentang SKNBI ini adalah SE No.7/26/DASP tanggal 22 juli 2005, yang sebagian telah mengalami perubahan sesuai SE No. 9/15/DASP tanggal 29 juni 2007 dan SE 10/15/DASP tanggal 27 maret 2008.untuk mempelajarinya lebih lanjut dapat didownload di link berikut ini.
download SE 7/26/DASP tanggl 22 juli 2005download SE 9/15/DASP tanggal 29 juni 2007
download SE 10/15/DASP tanggal 27 maret 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
bagaimana menurut kamu tulisan di atas?