salah satu pilar utama yang mendukung tujuan Bank Indonesia agar dapat mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. sistem pembayaran yang dimaksud merupakan suatu sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme, yang digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi (Pasal 1 angka 6 UUBI). dalam menjalankan tugas tersebut, BI memiliki 3 (tiga) kebijakan yaitu risk reduction, efficiency, dan fairness.
risk reduction yaitu mampu meminimalkan risiko dan mendukung stabilitas sistem keuangan Indonesia. sedangkan efficiency diharapkan untuk memungkinkan pemrosesan transaksi secara mudah, cepat, akurat dengan biaya yang rendah. sedangkan fairness merupakan sistem pembayaran yang dapat menjamin keseimbangan dalam pengambilan kebijakan sistem pembayaran, dalam penyelenggaraan sistem pembayaran, dan keseimbangan akses masyarakat banyak kepada sistem pembayaran.
jika kita lihat perkembangan sistem pembayaran, dari masa ke masa semakin berkembang pesat. manusia pada awalnya hanya mengenal sistem barter hingga terus berubah dengan mulai menggunakan uang sebagai alat pembayaran, baik uang tunai maupun uang non tunai. bentuk uang tunai tsb awalnya hanya berupa batu atau logam mulia,lalu berkembang menjadi uang logam dan uang kertas. sedangkan uang non tunai juga mengalami perkembangan, dimana hingga saat ini kita mengenal uang giral (cek.bilyet giro, transfer dll) dan card based payment (kartu kredit, kartu debit).
dari gambaran di atas dapat kita simpulkan betapa perlunya penataan suatu sistem pembayaran. antara lain karena berbagai inovasi dalam pembayaran non-tunai berimplikasi luas terhadap berbagai aspek, seperti : lembaga yang terlibat, aspek hukum pihak2 yang terkait, mekanisme penyelesaian, risiko, dll yang kesemuanya itu dapat memberi dampak kepada sistem keuangan maupun perekonomian. dan efektivitas serta kelancaran perekonomian sangat dipengaruhi oleh kelancaran sarana pendukung dalam sistem pembayaran. hal-hal inilah memunculkan kebutuhan akan adanya suatu sistem pembayaran yang cepat, aman dan handal.
khusus untuk menyelesaikan transaksi pembayaran giral, maka diperlukan lembaga kliring. secara sederhana kliring adalah penyelesaian transaksi pembayaran antar bank secara elektronis. bayangkan jika tidak ada lembaga kliring, maka tiap bank harus menyelesaikan transaksinya dengan bank lain dengan datang langsung ke bank tersebut.
namun dengan adanya lembaga kliring maka transaksi pembayaran antar bank dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. efektif karena tujuan bank untuk menyampaikan dana nasabahnya kepada bank tujuan dapat diselesaikan dan efisien karena karena transaksi dapat dilakukan secara cepat, mudah dan hemat.
saat ini yang menjadi lembaga kliring adalah Bank Indonesia. BI sebagai penyelenggara kliring berwenang mengatur sistem penyelenggaraan kliring mulai dari kepesertaan, instrumen/warkat yang digunakan, jadwal penyelenggaraan, perusahaan percetakan warkat kliring, biaya kliring dll. sistem kliring yang dijalankan pun terus mengalami perubahan. sistem manual, semi otomasi, otomasi hingga sekarang menyelenggarakan sistem kliring nasional. penyelenggaraan kliring selain dilakukan oleh BI langsung, juga diselenggarakan oleh pihak lain atas persetujuan BI. biasanya di wilayah yang tidak terdapat kantor BI.
proses kliring dapat berupa kliring kredit atau kliring debet. kliring kredit berarti menambah atau mengkreditkan saldo rekening bank tertuju. warkat yang dipergunakan seperti nota kredit atau slip transfer antar bank. sedangkan kliring debet berarti mengurangi atau mendebetkan saldo rekening bank tertuju. warkat yang biasa dipakai seperti cek, bilyet giro, nota debet dll. di akhir periode/hari, dilakukan perhitungan hasil kliring (settlement), sehingga bank tersebut dapat mengetahui posisi akhir kliringnya, apakah menang kliring atau kalah kliring.
menyinggung tentang settlement dalam sistem pembayaran yaitu proses terjadinya perpindahan nilai uang dari satu pihak (payor) kepada pihak lainnya (receiver) dengan mendebit rekening payor dan mengkredit rekening receiver yang umumnya bersifat final dan irrevocable (tidak dapat dibatalkan). ada 2 bentuk settlement, yaitu :
1. net settlement --> perpindahan dana tidak dilakukan per-transaksi, melainkan di akhir suatu periode tertentu dengan melakukan offsetting terlebih dahulu antara hak dan kewajiban pembayaran --> sistem kliring
2. gross settlement --> perpindahan dana dilakukan per transaksi dengan mendebit/mengkredit rekening para pihak secara simultan -->Sistem BI-RTGS
1. net settlement --> perpindahan dana tidak dilakukan per-transaksi, melainkan di akhir suatu periode tertentu dengan melakukan offsetting terlebih dahulu antara hak dan kewajiban pembayaran --> sistem kliring
2. gross settlement --> perpindahan dana dilakukan per transaksi dengan mendebit/mengkredit rekening para pihak secara simultan -->Sistem BI-RTGS
sistem kliring ini juga berkaitan erat dengan daftar hitam Bank Indonesia. hal ini terutama menyangkut dengan penarikan cek dan bilyet giro kosong. nasabah yang telah 3 kali ditolak cek/bg-nya dengan alasaan saldo tidak cukup, maka namanya akan dicantumkan dalam daftar hitam BI yang berlaku selama 1 tahun. selama masa tersebut nasabah tidak dapat melakukan transaksi mempergunakan cek/bg sehingga hanya bisa melakukan transaksi pembayaran dengan tunai atau transfer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
bagaimana menurut kamu tulisan di atas?